Kira kira 5 – 10 Hal yang Saya Dapat dari Go Ahead Challenge 2017 (Live Writing 9-11 Desember 2017)

Standard

disclaimer : no sponsor or promotion writing in here. this is purely individual opinion and experience.

THIS IS A LIVE WRITINGsaya menulisnya pada saat proses berjalan dan akhir artikel akan ditentukan besok, tanggal 10 Desember kalau tidak ngantuk dan masih kuat untuk menulis. Kalau kecapean, sepertinya 11 Desember baru diselesaiin. Sok, baca dulu aja =)

9 Desember 2017

Sebelum mengikuti serangkaian Go Ahead Challenge 2017 ini, saya tidak pernah mengetahui bahkan hanya sekali-sekali mendengar mengenai acara yang satu ini. Saya akui, baru setelah kurang lebih 3 tahun bergelut di musik bersama Wake Up Iris ! lah saya melek atas hal hal tersebut dan menjalani petualangan seru ke kota-kota bahkan keluar pulau Jawa (selain ke Bali). Singkat cerita, kami di hubungi di bulan oktober-november an, bahwa kami menjadi salah satu Semi Finalist Go Ahead Challenge 2017. Step pertama adalah kami harus menuju ke Lampung. Jika beruntung, nantinya di step kedua saya akan bergabung dengan Finalis seluruh Indonesia di Jakarta (which is where I am now). Dan jika dewi fortuna sedang tersenyum maka di step  final, akan berangkat ke Austin, Texas untuk mengikuti rangkaian SXSW 2018 tahun depan. (Let’s cross our finger)

Apa saja yang didapat selama perjalanan dimulai hingga saat ini? Saat tulisan ini dibuat, saya sedang di ‘karantina’ seminggu secara dadakan di Jakarta dan besok adalah Artwarding Night Malam Final Go Ahead Challenge 2017 di Gudang Sarinah , Pancoran Timur, Jakarta. Apa saja makna mendalam yang membekas selama perjalanan ini? oke, inilah cerita saya.

IMG_20171114_101348

Bie Paksi di Juanda Surabaya

  1. Be Prepared.Luck will come to those who are ready. Old saying ini bener banget. Jika hanya keberuntungan semata, tanpa persiapan apapun, sepertinya kita juga tidak bisa disebut beruntung. Beruntung adalah (menurut saya) ketika kita siap dan momen itu ada. Ada di titik ini bukan karena ujug-ujug karya yang baru sehari dua hari jadi namun sebuah usaha sekian lama yang kami siap-siapkan, syukur syukur ada momen yang baik yang menemui kami. Tidak jarang, beberapa moment lepas dari tangan kami hanya karena kami belum siap dan semesta tahu itu. Jadi, selalulah dalam kondisi siap jika momenmu datang!
DCIM101MEDIA

Briefing Semifinalis GAC 2017 Lampung bersama Saleh Husein dan Leon Barto di Gudang Rupa

2. DONT PANIC! it ruins everything. Saya orangnya panikan. Kagetan. rupanya saya perlu tertatap dulu agar belajar tidak panikan. Di hari keberangkatan menuju acara GAC Festival 2017 di Lampung, tumpangan yang saya dan Bie tumpangi telat 10 menit dari jadwal. Otomatis kamipun mencari tiket pengganti. Saking paniknya, kami segera beli dari aplikasi dan segera bayar. Emailpun datang. Agak lega, lalu kami baca tiketnya. BALI.

Read the rest of this entry

Kekejaman Tutur di Era Internet

Standard

Judulnya sudah terlihat seperti artikel ilmiah anak jurusan sosiologi belum?

Padahal isinya hanyalah sebuah curhat yang terpendam Saya ingin membahas betapa manusia semakin dapat menunjukkan sisi keberingasan mereka di internet semejak adanya laman-laman pribadi, palsu bahkan anonim melalui verbal. Dan sedihnya, keberingasan itu akhirnya terwujud di kehidupan sehari-hari. Masyarakat yang damai di bumi menjadi seakan setan-setan lepas tanpa kemanusiaan yang adil dan beradab.

Mungkin kisah ini harus dimulai dengan akses mudah para remaja labil ke dalam dunia maya, sebatas jempol, sebatas jari yang menggenggam kata. Pada awalnya remaja remaja galau ini, yang diperkenalkan dengan internet ini, hanya menyatakan perasaan. Bak diary yang di setting public, everyone can see, saya yakin diary virtual ini sudah bergeser maknanya. Ia yang ditutup rapat-rapat kini diumbar-umbar. Sempat saya mengalami dua masa transisi ini. Saat masih diam-diam menuliskan nama gebetan dan diam-diam mengagguminya, menulis nama dan perjumpaan yang tak terduga saat sekolah dulu, menceritakannya habis habisan kepada Hari, buku harian saya yang saya tulis sejak tahun 1997-2007. Saya penulis diary yang rajin, hingga datangnya friendster saat itu. Semejak kehadiran internet, rasa-rasanya ingin agar meskipun secara anonim, gebetan (yang moga-moga sudah dalam friends list, atau datang berkunjung di laman) tahu bahwa hati berdebar-debar setiap saya melewati kelasnya. Privasi mulai pudar. Tidak hanya rasa jatuh cinta yang harus diumbar, namun pemikiran sofis muda ini juga harus, pada akhirnya, di setting public, everyone can see.

real meme.gif

Selepas masa-masa friendster, muncullah masa-masa facebook. Serupa dengan pendahulunya, disana penggunanya bisa bercerita apapun. Seiringan dengan umur, tentu pembahasannya tidak sekedar jatuh cinta dan testi baik ke teman teman. Pembahasan mengenai kehidupan, kritik ke kampus, kritik ke masyarakat, belajar menjadi mahasiswa kritis, semua dilatih di dunia maya ini. Disinilah saya berkenalan dengan cyber-bully . Sederhana, karena muka tak terlihat, manusia lebih gampang menghina sesamanya, apalagi pakai akun anonim. Dari sekedar body shaming, ucapan sexist dan racist, hingga ucapan ancaman pembunuhan menjadi biasa di dunia maya. Internet menyingkapkan sisi kejam manusia. Bahkan membicarakan orang pun tidak perlu pakai di private post segala. Read the rest of this entry

Cerita Perjalanan #PreludeShowcase2017 Wake Up, Iris ! : Langkah Pertama

Standard

 

Part 1: Preparation

Wake Up, Iris ! akan mengadakan sebuah perjalanan selama 10 hari untuk memperkenalkan diri di Jakarta dan Bandung. Saya akan menceritakan perjalanan kami serta tips dan trik yang mungkin membantu untuk para pembaca jika ingin melakukan hal serupa.

 

Sebelum perjalanan dimulai, hal pertama yang harus diperhatikan adalah perencanaan. Showcase Wake Up, Iris! Ini adalah sebuah tantangan bagi saya untuk mengatur jadwal dan lokasi se efektif mungkin. Di tahun 2017 ini banyak sekali musisi Malang yang unjuk karya di Ibukota dan sekitarnya. Sebut saja, Remissa, Christabel Annora, Crimson Diary, Hot New Camp, Sumber Kencono secara berturut-turut ke Ibukota dalam kurun waktu singkat. Semuanya rata-rata dengan tujuan yang sama, memperdengarkan karyanya lebih luas lagi. Pastinya setiap perjalanan harus direncanakan secara matang agar mencapai tujuan yang diharapkan. Ada beberapa hal yang kami lakukan agar perjalanan menjadi lebih mudah. Berikut ulasannya.

573.jpeg

Kami mempersiapkan showcase kali ini di akhir bulan Desember 2016, segera setelah mendapatkan undangan untuk bermain di Folk Night, Ruang Putih Bandung. Untuk kami, hanya bermain di satu tempat di luar kota rasanya nanggung, sehingga kami mencari setidaknya 2-3 tempat di Bandung sebelum dan setelah tanggal utama tersebut. Mengingat Bandung tidak terlalu jauh dari Jakarta, akhirnya kami mempertimbangkan untuk menambah hari di Jakarta.  Efisiensi. Jika dapat kamu lakukan, kamu akan menghemat banyak biaya promosi di kemudian hari serta menabur lebih banyak bibit di berbagai tempat.

Apa pentingnya Showcase?

Read the rest of this entry

Teruntuk, Anakku yang Kukasihi di Masa Depan

Standard

Dear, My Future Child…

Hai, aku ibumu yang belum tahu kapan akan mengandungmu. Entah mengapa pagi ini aku ingin sekali menuliskan surat ini, sekaligus berjanji pada diriku, jauh… jauh sebelum engkau lahir. Barangkali dapat menjadi pengingat jikalau aku lupa dan bersikap seperti ibuku (ups!).

Anakku di Masa Depan,

10348460_743759332340662_8259061102614551921_n

Mengenai Mimpi-mimpimu

Ibumu ini orang yang tidak bisa diam, selalu ingin mencoba banyak hal, bermimpi muluk hingga ibuku pun tak percaya aku dapat menggapainya. Aku berjanji padamu nak,

Read the rest of this entry

Aku dan Band ; Wake Up, Iris ! (sebuah cerita dari hati)

Standard

Bermusik dan menjadi musisi adalah sebuah  ketakutan besar dari orang tuaku dan aku melakukannya. Bermusik merupakan bagian dari nafasku sejak kecil. Katanya aku suka menyanyi sendiri, katanya aku suka berlagak seperti musisi kondang di atas panggung (kemudian aku tahu, kondang tidak kondang, musisi akan selalu berlaga di atas panggung mereka), katanya aku suka mengubah lirik lirik lagu kesukaan ayah ibuku.

Capture

Wake Up, Iris! namanya. Ia adalah harapan saat aku terbangun dan tetap memperjuangkan mimpiku di dunia musik. Ia adalah harapan saat aku berpikir, ah sudahlah bermusik hanya begini-begini saya, mengiringi orang saja, menjadi pemain musik di resto mahal sembari mereka menikmati makan malam dengan orang orang kesayangan mereka.. pokoknya aku bermusik dan aku tidak bisa hidup tanpa musik. Ah sudahlah, mimpi menjadi sebesar Om Ahmad Albar atau Tante Silvia Saartje itu cuma dimiliki orang-orang dengan suara nge-rock. Cukup menjadi musisi pengiring sudah membuatku bahagia (waktu itu-tertahan-ingin lebih). Lalu bermimpi menjadi pemain orkestra pun sudah lenyap. Aku lebih ingin menciptakan musik! nanti biar orkestra itu yang memainkan musikku. Pikirku begitu.

WUI (wake up iris-disingkat ) lahir disaat yang paling tepat. Saat aku ingin mengeksplorasi kecintaanku terhadap musik. Sering kali semasa sekolah dan kuliah ibuku menjauhkan aku dari musik,teater, segala bentuk kesenian. Tidak bisa hidup dengan hal hal seperti itu! katanya. Tetapi entah mengapa hatiku berkata, sejauh jauhnya orang ingin menjauhkanku dari kesenian dan kebudayaan,
aku akan tetap disana dan kembali kesana. Disanalah rumahku. Disaat itulah aku menyadari, bermusik bukan sekedar hobi atau mungkin pekerjaan bagiku. Berkesenian, terutama bermusik adalah cara hidupku.

Wake Up Iris

Kala itu aku bertemu sang Angin. Aku sudah mengenalnya cukup lama tetapi hampir tidak pernah bertukar pikiran mengenai musik. Bahkan aku sempat membatin, betapa beruntungnya dia dengan dunia musiknya. Waktu berjalan cepat dan seketika itu pula aku bertemu dengannya kembali. Bak angin segar, Sang Angin rupanya memiliki mimpi dan visi yang sama, mengenai hidup, mengenai dunia ini dengan carut marutnya, mengenai ruwetnya kota yang dipenuhi orang-orang yang berhutang demi gengsi, hingga mengenai musik yang sudah terlanjur mendarah daging. Kesamaan-kesamaan itu yang membuat obrolan kita mengalir menjadi sebuah ikatan yang tak perlu terucap. Mendadak kita kompak ingin mewujudkan mimpi bersama. Semejak saat itu aku tidak lagi sendiri memperjuangkan mimpi-mimpiku.

Penahitam, adalah sebuah bagian yang harus diceritakan ketika bercerita mengenai sejarah WUI. Sebuah perjalanan panjang sebelumnya telah mempertemukan aku dan sang Angin dengan para pendirinya, Mas Rio, Mas Didi, dan juga teman teman penyelenggara Mas Novi dan Mas Doni (kedepannya, mereka pulalah yang berjasa membantu pertumbuhan WUI). Celetukan ringan dimulai saat bertemu di Legipait, apakah aku mau mengisi acara ulang tahun Pena Hitam. Aku? dengan siapa? bagaimana? aku gagu. Ingin sekali terlibat tetapi bagaimana? Lalu aku memandang sang Angin. Ia memandangku. Kita mempunyai pikiran yang sama yang tak perlu terucapkan. “bagaimana kalau kalian berdua yang main?” Read the rest of this entry

Sukses Seperti Apa?

Standard

Image

Sukses, semua orang pengen sukses. Jika anak anak remaja (kalau anak kecil masih spesifik dalam bercita cita ) ditanyai apa cita citanya, banyak yang berkata ‘ingin jadi orang sukses’ . Banyak pula orang dewasa masih bercita cita sukses karena merasa dirinya belum sukses. Sukses dari sudut pandang mana?

Buku buku motivasi untuk cepat sukses berserakan di toko buku bagian ‘BEST SELLER . Jika formula sang penulis dianggap basi, kurang menarik orang orang untuk sukses, maka segera dilempar ke bagian buku ‘SALE’.

Oh ya! sukses seperti apa dulu?

Yang banyak uang dong pastinya, sampai sampai sebuah buku motivasi sukses instan dicetak semacam uang dolar. 10 tips dan 13 trik cara bisnis laku cepat, pemasaran enterprener jalan mulus, duit masuk kantong banyak.Nah setelah uang banyak, mau diapakan? Beli mobil BMW, beli kapal pesiar, jalan jalan keliling dunia.

Bahkan slogan ‘bersedekahlah agar kaya’ , ‘Banyak memberi agar banyak menerima’n sudah merajalela. Sebuah kegiatan yang seharusnya dari ketulusan hati diperalat agar kembali memperkaya diri. Apakah itu tulus?

Siapa sih yang tidak mau seperti itu?

Tidak salah.

Saya pun dituntut seperti itu. Setelah menempuh pendidikan, seseorang harus bekerja, dan bekerja yang ‘benar’ adalah kantoran. Jika tidak kantoran, semacam seniman atau self employed tentu agak dikhawatirkan ‘mau makan apa nanti?’ . Uniknya sekarang banyak ajakan dan motivasi kepada orang orang kantoran tersebut untuk menjadi self employed , tanpa bos dan pemasukan extra. Lagi lagi akhirnya materi.

Ucapan ‘semoga sukses’ sendiri berjamuran dimana mana sehingga sukses menjadi kata yang (untuk saya) agak sedikit membosankan. Diharapkan sukses yang seperti apakah kita di tengah masyarakat?

Read the rest of this entry

Sugeng Warsa Enggal

Standard

Happy Aniversary katanya. Blog ku sudah berusia 2 tahun.

Bisa dibilang ini adalah blog terlama yang aku miliki. Mungkin ada sekitar 8 hingga 10 blog yang berusaha aku buat, tetapi lupa aku isi, lupa passwordnya, lupa usernamenya, lupa segalanya.

Image

Mungkin kali ini aku belajar konsisten lagi =)

untuk perayaannya, sederhana.

Aku akan menuliskan daftar tulisanku disini, siapa tahu berguna =)

Kupikir ada serunya juga kalau kembali mengingat apa yang membuatku menulis blog ini, Sweta Rohita.

Aku mulai menulis saat baru menerima kabar aku akan diberangkatkan ke Hungaria, tanah kaukasian pertama yang kupijak, tanah impian yang semula itu tak mungkin.

Read the rest of this entry

Ketika keterbatasan tidak membatasi

Standard

Belajar dari orang lain : Cicely M.Barker

Image

Bunga Sycamore: Keingintahuan.

Gambar gambar yang ada di post ini adalah peri bunga yang diciptakan oleh Cicely Mary Barker di awal abad 20.

Sudah lama saya tertarik dan ingin tahu tentang dunia anak kecil. Fairy tale, atau cerita peri, goblin, elf dan lain lain, memang bukan dari negeri sendiri. Di lain waktu saya akan membahas soal Lullaby, atau lagu tidur yang juga sangat menarik. Gambar di atas adalah sebuah gambar peri bunga yang dilukis oleh seorang wanita di awal abad 20. lukisannya menawan hati, apalagi saya suka sekali anak kecil. Jadi saya segera kumpulkan semua dan mencari tahu siapa dia, dan ceritanya cukup menarik.

flower-fairies-alphabet-c1940-s.old-print.herb-twopence-wdjb--130107-pflower-fairies-alphabet-c1940-s.-k-kingcup.-old-color-print-wdjb--130098-p

Nona Barker adalah penderita epilepsi sejak kecil, ia tidak sekolah di sekolah biasa. Ia habiskan masa kecilnya dengan berimajinasi dan menggambar.  Ia masuk sekolah menggambar di Croydon School of Art, Inggris sejak umur 13 tahun.
Ia berkata, ia menolak semua teori menggambar pada umumnya dan menggambar dengan instingnya.

CMBarkerc1920

Read the rest of this entry

Encompass Journey Of Understanding 2013- The complete story of the Event! (part 2)

Standard

We went from Indonesia to London at 16 march 2013, you can read the preparation story here. While you can read my short post and photos when we transit at Doha here, and a story when I arrived at London after a week in wales here. Both are in Bahasa Indonesia

This is the published post in Antaranews , Thank you to Mr, T.A. Fauzi for the opportunity! You can read it HERE

All the picture here belongs to the participants, Kristos, Fred, Me, The Encompass Trust’s and someof the other participant I can not remember.

We arrived in Doha 2 am and that was a half of the journey, waiting for the next 8 hours flight to meet you guys, our brothers and sister from all over the world. We were so exciting and curious. We arrived in Heathrow early in the morning, that we should spent the rest of the days waiting the other participants.

I remember, the first participant I met was Rawan!! Rory said, she is from Palestine. Then, after Rawan came and sit, we asked her to look after our luggage because we wanted to go outside for a while, 4 of us. Why it is so clear in my mind.wpid-20130317_211412 We waited for the others and I met Abood, Hadeel and Noor as well. We sang outside the building and they brought the Tabla as well. That was very cold outside, our very cold degree for our lifetime (for some of us) 😉

After then I met Ethan, then I saw Anthony but I was not so sure if he was one of the participant, so I didn’t say Hi directly. Then I met Aaron and Fred from Israel. They were so exciting, especially Fred, with his infamous word “Yes Okay Yes!”. I recognized the honeyed eye Bar, and we had our discussion along with Nat, Fred, Bar and Aaron. After that we were introduced to Kristos, from US and Erica. They said we should wait for another 2 participants from US.

I noticed Noraiz and Usman but I was not so sure (again) they were one of the participant. When I said Pakistan, Usman said “I am from Kashmere” , I was a little bit scared haha, but then when I know he is a keeper with a tender heart, wow how lovely he is!. Then after a while, we were going to the coach bus and travelling to Snowdonia. While in the coach I heard that in the back it was so noisy and they talked interesting topics, what are they talking about? I noticed Alex! and I began to noticed the Dr.Dre Anthony. Again with Tabla, the Participant from Palestine sang beautifully, while Fred and his special Coca Cola was talking about the Pesakh, or Pass Over. I was interested because they has similarities with my former religion, Adventist Church. On the way, I was stunned by the snow all over the road. It was my very first snow ever. Then we arrived at the market to buy our dinner. It was exciting to meet other Indonesians in that market, as workers and as tourists. They said goodluck for our journeys.

We arrived at Snowdonia quite late, very cold and dark. I was curious what will happen in the next day. My name called in the first room of the girls, along with Haleema, Natalie, Michelle, Rayna and Hadeel, yes I remember what had happened that night and I said to Hadeel, she will be okay in the room with me =). That night I didn’t sleep because of the excitement. I went to the game room, there were Dr Dre Anthony, Noraiz, and Usman. I was talking to Usman a while and I find out that he was the youngest among the participants. Hey, I remember the details guys!!!

The First day

Read the rest of this entry

Encompass Journey of Understanding 2013- The Complete Story of Preparation (Part 1)

Standard

I always blog my articles in Bahasa Indonesia, but for this time I will use English fro my special friends from Journey of Understanding 2013.

It has been 2 weeks after the program finished, I can not believe I miss our everyday’s activity.

The Journey wasn’t begin directly on 17 March but way before it. The introduction, the preparation and the activities with Risky, Lissa and Bagas started since the end of December 2013. When Bagas and I invited to the first meeting to know each other that we were selected, actually that was the second meeting, Bagas went to my weekly music event and I barely even remember! He said so. Then after weeks, I remember. Haha.

Then I remember when we had to meet to discuss about visa and preparation at the second day of 2013, Directly after the new year! we met at YEPE(Mountainering Club that Bagas joined) office to meet the leader of Encompass Indonesia. We were informed that another participants are from Jakarta, they are Risky Jusuf and Lissabrina Pasla.

After a while, we know who is Lissa but we didnt have any Idea who is Risky. We tried to contact them but it didnt work for the first time. Because Bagas and I came from different background and culture, the mentor, Adit, who went to JOU 2012 asked us to become friends and joined one another’s activity, to build a chemistry , as a team. Well, it works well! haha.. Then I asked Bagas to join a trip with me , the very first trip, to go to a spring water in the south of our city, because he knew the place.  Bagas said it was shocking, invited only after 3 days meeting. hahaha… but it worked well, and it was 5 of us went to the spring, enjoying the scenery and the rice field trip, walking in the river and swiimmm in the spring water!!!

 

then after that, the activities of Encompass Indonesia makes us just like a team, actually I have to helped him on his event, but because several reason, I cant =( Kinda regret it actually…

And the day of Visa and meeting Risky and Lissa came.

We met Risky for the first time at the office of YEPE in Jakarta, He drove us to the place we will meet Lissa. Bagas and I was so curious… haha..

Then after 4 of us gathered, the program developer of Encompass Indonesia started to began the preparation and we were preparing the whole week for visa application and activities that could bring us as a team.. I still remember every detail!! Read the rest of this entry