“napak tilas itu datang atau menuju ke tempat tempat dimana leluhur kita dulu datang” kata mas Suli ketika aku dan mas Suli menatap lurus candi singosari. Dua hari istimewa, senin dan selasa tanggal 27 dan 28 ini, aku seperti naik kuda entah pergi kemana pokoknya terus melaju. Bolehlah disebut napak tilas, karena Tahun lalu, aku juga pergi ke tempat tempat ini bersama rombongan anak Hongkong. Kangen
Senin, 27 juni
Aku pulang sendiri dari Jakarta dan di jemput oleh seorang teman, Kayu. Rencana semula hanya belok kiri dari bandara, menuju tumpang dan pulang lewat jalan yang tak pernah kulewati, jadinya malah naik ke atas desa Poncokusumo Tumpang yang indah (foto akan aku upload segera), dimana tepat setahun lalu aku membantu beberapa petani panen cabai merah, tepat sebulan sebelum harga cabai naik. Aku dan Kayu menuju punden, dimana dulu hanya aku dan 2 anak hongkong saja yang dibawa oleh host family ku ke sana.hanya kami.Gerimis kecil tak menghalangi kami, seperti orang yang sedang cari wangsit, kami tetap menempuhnya.
Entah mengapa yang kuingat adalah senyum dari temanku ini ketika memayungiku dari hujan gerimis. Ijinkan aku menyukai senyummu ya =)… Aku dan Kayu hanya duduk di reruntuhan tempat pemujaan itu dan mencari obyek foto yang indah. Kayu menyukai awan. Aku diajari menghitung umur dari batang kayu